Sedang memuat...

Sertifikasi Halal Restoran atau Catering: Kebutuhan atau Kewajiban? Ini Faktanya!

05 April 2025
30x dibaca
blog feature image

Dalam era konsumen yang semakin cerdas dan selektif, label halal tak lagi sekadar simbol. Bagi pelaku usaha kuliner, khususnya restoran, Catering, kafe, warung makan, dan sejenisnya, sertifikasi halal kini menjadi perhatian utama. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah sertifikasi halal hanya kebutuhan pasar, atau sudah menjadi kewajiban hukum? Jawabannya: keduanya.

Regulasi Jelas: Sertifikat Halal Bukan Lagi Opsional

Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2024. Ketentuan ini ditegaskan kembali melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 748 Tahun 2021 serta SK Kepala BPJPH No. 778 Tahun 2023 yang mengatur secara rinci jenis usaha kuliner yang masuk kategori wajib, termasuk restoran, rumah makan, kantin, warteg, hingga jasa katering.

Jika tenggat waktu ini tidak dipenuhi, pelaku usaha bisa dikenakan sanksi administratif, denda, bahkan larangan operasional.

Kebutuhan Konsumen: Halal adalah Gaya Hidup

Bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam, makanan halal adalah kebutuhan spiritual sekaligus gaya hidup. Survei menunjukkan, konsumen milenial dan Gen Z semakin memperhatikan aspek kehalalan sebelum memilih produk makanan. Tak sedikit yang menolak makan di tempat tanpa label halal, meskipun makanannya terlihat menggoda.

Dengan tren ini, sertifikat halal menjadi alat pembeda dan peningkat kepercayaan konsumen. Restoran bersertifikat halal dianggap lebih profesional, bersih, dan aman dikonsumsi.

Apa yang Diperiksa dalam Sertifikasi Halal Restoran?

Sertifikasi halal tidak hanya memeriksa bahan baku, tapi juga:

  1. Asal bahan dan status kehalalannya (daging, bumbu, minyak, dll.)
  2. Proses produksi, termasuk pemisahan bahan halal dan non-halal
  3. Kebersihan dan sanitasi peralatan
  4. Penyimpanan dan distribusi produk
  5. Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)

Restoran atau Catering yang menggunakan dapur bercampur untuk makanan halal dan non-halal, atau peralatan tidak dicuci sesuai prosedur syar’i, tidak akan lolos audit halal.

Self Declare untuk UMK: Lebih Mudah dan Terjangkau

Bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), sertifikasi halal dapat dilakukan melalui jalur self-declare dengan pendampingan dari Pendamping Proses Produk Halal (PPH). Jalur ini difasilitasi oleh BPJPH dan bisa diajukan melalui Pendamping Proses Produk Halal LP3H salah satunya LP3H Mathla’ul ANWAR

Namun, tetap ada syarat: bahan harus berasal dari sumber yang halal dan proses produksinya sederhana serta bebas dari risiko kontaminasi.

Halal adalah Kepercayaan, Sertifikasi adalah Komitmen

Kini jelas bahwa sertifikasi halal untuk restoran atau catering bukan sekadar kebutuhan pasar, tapi juga kewajiban hukum. Bagi pelaku usaha yang ingin menjaga reputasi, menjangkau pasar yang lebih luas, dan menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi, mengurus sertifikat halal adalah langkah cerdas sekaligus strategis.

LPH Mathla’ul Anwar hadir sebagai mitra tepercaya dalam proses sertifikasi halal Anda. Kami siap mendampingi dari tahap awal hingga penerbitan sertifikat.

Jangan tunggu sampai terkena sanksi. Mulailah sekarang, jadikan bisnis Anda lebih dipercaya, lebih profesional, dan tentu saja—lebih berkah.